Minggu, 02 Agustus 2009

Lespi: Media Cukup Memihak Kebijakan Publik

Semarang Beritasekarang (15/02/09).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Lembaga Studi Pers dan Informasi (Lespi) terhadap media cetak di Jawa Tengah (Jateng), yaitu Suara Merdeka, Solopos, Seputar Indonesia (Sindo) Jateng, Kompas Jateng, dan Wawasan, menyimpulkan keberpihakan media terhadap kepentingan publik cukup tinggi.

Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Jateng, Sriyanto Saputro di Semarang, Sabtu, mengatakan, berdasarkan penelitian Lespi, media di Jateng lebih memihak kepentingan publik daripada kepentingan pemerintah dan pebisnis.

"Keberpihakan pada kepentingan publik sebesar 82,5 persen, pemerintah 11,9 persen, sedangkan pebisnis hanya 5,6 persen," kata Sriyanto saat menjadi pembicara dalam seminar "Pemberitaan Kebijakan Publik di Media Cetak Jawa Tengah" di Semarang.

Ia mengatakan, angka tersebut cukup proporsional, tetapi bagi media yang masih punya kecenderungan cukup tinggi dalam membela pemerintah harus mempertimbangkannya lagi.

"Bukan berarti media tidak perlu membela pemerintah, namun hendaknya secara proporsional, yaitu tidak lebih dari sepuluh persen," katanya.

Sebab, kata Sriyanto, saat ini nasib media berada di tangan pembaca atau publik, bukan pemerintah atau penguasa.

Ia menambahkan, meskipun media menurut penelitian cukup memihak kebijakan publik, namun keberpihakan media pada kebijakan publik harus lebih dioptimalkan lagi.

Terutama, lanjut Sriyanto, mengenai persoalan kesehatan dan pertanian yang masih kurang mendapat perhatian, apalagi mayoritas penduduk Jateng adalah petani.

Berdasarkan penelitian, kata Sriyanto, persoalan tata ruang dan lingkungan menempati peringkat tertinggi dari isu kebijakan publik yang paling sering diangkat, sedangkan persoalan kesehatan justru menempati peringkat terendah, disusul isu tentang pertanian.

Selain aspek kebijakan publik dan kepentingan yang dibela, penelitian tersebut juga membahas persoalan level atau tingkatan kebijakan publik yang diangkat oleh media, tipe pemberitaan, kandungan "cover both side" dalam berita, dan kandungan opini wartawan.

Mengenai independensi wartawan, kata Sriyanto, masalah klasik tentang independensi selalu terkait dengan pemberian "sesuatu" dari narasumber.

Terlepas dari pro dan kontra seputar adanya pemberian "sesuatu" atau tidak, menjadi syarat mutlak bagi wartawan untuk tetap menjaga independensi tanpa terpengaruh oleh intervensi siapapun, demikian Sriyanto.(antara)

Rabu, 29 Juli 2009

Membangun Jejaring Media Watch

Lembaga STudi Pers dan Informasi (LeSPI) didukung Yayasan TIFA Jakarta mengadakan beragam kegiatan untuk Membangun Jejaring Media Watch dan Literasi Media. Kegiatan diselenggarakan dalam kurun Juli-Oktober 2009.

Pada Juli diawali dengan kegiatan monitoring 6 (enam) media cetak di Jawa Tengah (Suara Merdeka, Kompas Jateng, Solo Pos, Radar Semarang-Jawa Pos, Wawasan, dan Seputar Indonesia). Monitoring meliputi pemberitaan yang mencakup isu Perempuan dan Anak. Hasil pantauan akan dipublikasikan melalui web LeSPI (underconstruction).

Kegiatan selanjutnya adalah workshop yang akan dilakukan pada 7-8 Agustus, di Hotel Horison Semarang. Acara ini akan dikuti 25 orang perwakilan LSM, elemen/ lembaga peduli media, dan perorangan dari Semarang dan Solo. Kegiatan ini bertujuan membangun komunitas yang mampu mengkritisi berbagai produk dari media, baik cetak maupun elektronik.

Senin, 01 Juni 2009

Diskusi Buku “Lysis” karya Filsuf PLATO(N)


Diskusi Buku “Lysis” karya Filsuf PLATO(N)

(Penerjemah dan Penafsir: Dr A Setyo Wibowo SJ)

Siapa sih, sahabat itu?

Apa sih persahabatan itu?

Baikkah, jahatkah, atau baik sekaligus jahatkah? Adakah persahabatan itu? Bagi Anda yang sudah tahu jawabannya dan yakin dengan jawaban itu, coba bandingkan dengan pemahaman Plato. Bagi Anda yang belum tahu jawabannya atau belum yakin dengan jawaban Anda, mari berbincang secara cerdas bersama Plato melalui maha karyanya “Lysis”.

Untuk konteks Indonesia mengenal dan memahami pemikiran Platon sangatlah relevan, karena negeri ini tengah gemar dan terjebak pada hal-hal praktis dan seolah menghadapi banyak jalan buntu untuk semua hal. Selain itu pemahaman ini bertujuan untuk mencari kesamaan di balik perbedaan dan mencari hal yang tetap di balik perubahan.

Kami mengundang Anda untuk hadir dalam Diskusi Buku “Lysis” karya Filsuf Plato, Sabtu, 6 Juni 2009, di Gedung DRD Jateng, Jl Imam Bonjol 185 Semarang, Pk.09.00-12.00 WIB.

Pembahas:

  1. Dr Herujati Purwoko (Editor Jurnal Renai, Percik Salatiga, dan expert di LeSPI)
  2. Donny Danardono (Unika Soegijapranata)

Moderator:

Tia (Kompas Jateng)

Penyelenggara: Lembaga Studi Pers & Informasi (programlespi@gmail.com, programlespi@yahoo.com, tlp/ fax: 024 8444251, mobile: 081 225 208008, 024 912 44380)

Selasa, 31 Maret 2009

Dongeng Perubahan bersama Garin-Franky


Seruan Perubahan Garin dan Franky

Sineas Garin Nugroho dan musisi Franky Sahilatua dalam diskusi di TBRS, Senin (9/3).Pukul 10.00 WIB, Senin (9/3), kursi di salah satu ruang di Taman Budaya Raden Saleh (TBRS) Semarang hampir penuh. Lalu, 10.20 WIB, kursi kian penuh. Tanpa diminta, Garin Nugroho dan Franky Sahilatua langsung duduk di depan.

Sebelum diskusi, Direktur Lembaga Studi Pers dan Informasi (LeSPI) Semarang, Anto Prabowo memberi pengantar singkat, tentang profil Garin dan Franky, keterkaitan keduanya dengan Semarang, dan lain.

Setelah itu, acara diambil alih eks Direktur LeSPI, Wisnu Tri Hanggoro. Wisnu tak langsung membuka diskusi, tapi memberi pengantar tambahan dan berdialog dengan peserta diskusi untuk mengenal Garin dan Franky lebih dalam.

Wisnu juga memberi kesempatan wartawan yunior (warior) bertanya. Dua warior pun mengacungkan jari. Mereka bertanya kapan Garin mulai membuat film dan berapa jumlah film yang dibuat.

Setelah tanya jawab perkenalan cukup, Garin mengambil alih posisi Wisnu. Dia mengungkapkan alasannya hadir di Semarang. “Ini dalam rangka Dongeng Perubahan,” katanya.

Dengan Dongeng Perubahan, Garin dan Franky berkeliling dari pulau ke pulau. Selain mengabarkan semangat perubahan, keduanya juga menyerap keingingan penduduk Indonesia.

“Saat ini, tak banyak orang yang punya jiwa kenegarawan. Baik politisi, pejabat, pengusaha, atau siapapun, sebagian besar malah menjadi makelar,” paparnya.

Untuk menyampaikan gagasan perubahan itu, Franky menciptakan beberapa lagu. Diantaranya tentang Pancasila, Perubahan, dan lain-lain. Dalam diskusi, lagu-lagu itu dilantunkan.

Sayang, peserta tampak kurang bisa mengimbangi semangat Franky. Sebagian besar peserta hanya diam saat pencipta lagu “Perahu Retak” itu mengajak bernyanyi.

Kaos edisi Ultah ke-10


Design kaos Ultah LeSPI ke-10 untuk Kebebasan Pers dan Informasi

Senin, 30 Maret 2009

10 Tahun LeSPI.....

Tidak terasa, sudah 10 tahun sudah perjalanan Lembaga Studi Pers dan Informasi (LeSPI). Telah cukup banyak jejak yang ditinggalkan lembaga yang didirikan oleh wartawan, dosen dan aktivis LSM ini. “Keinginan untuk belajar dan berbagi”, mungkin itulah yang membuat lembaga ini ada hingga di usianya yang 10 tahun saat ini.

Membuka kembali album-album foto lama, mulai dari lembaga ini berdiri, melakukan aktivitas awal, serta menjalani aktivitas-aktivitas selanjutnya, terpampang kembali kenangan-kenangan di masa lalu. Saya seperti menonton film otobiografi tentang lembaga ini, serta tentang diri kami –para pendiri, pengurus, pegiat— yang terlibat di dalamnya.

Saat itu Indonesia tengah dalam masa transisi, dari berakhirnya era pemerintahan otoriter ke euforia demokrasi. Ke depan, memang banyak kemungkinan yang akan terjadi. Pertanyaan awal yang muncul adalah “Apa yang bisa kita sumbangkan kepada masyarakat di era perubahan ini?”. Sebagian dari kami yang wartawan merasa perlu membekali diri untuk belajar banyak hal mempertinggi kualitas tulisan kami, dan dengan demikian bisa memberi manfaat yang lebih konsumen media. Bersamaan dengan itu juga kami ingin berbagi kepada wartawan lain, mahasiswa, dosen dan anggota masyarakat lain. Maka kegiatan-kegiatan diskusi, seminar, training dan workshop banyak mewarnai aktivitas lembaga ini.

Saat itu kami rata-rata masih muda, belum 30 tahun, dan belum menikah. Hanya saya, rekan Wisnu Tri Hanggoro dan Edy Barlianto yang relatif lebih tua di antara rekan-rekan lain, dengan umur merangkak ke 40 tahun. Tapi semua relatif memiliki vitalitas yang luar biasa. Kami bisa bekerja hingga larut malam, bahkan tidak tidur, untuk mempersiapkan materi-materi workshop yang akan dijalani pada esok hari, tanpa takut masuk angin.

Tentu saja, dalam perjalanan, para pendiri sekaligus pengurus awal, tidak selamanya bisa terlibat di lembaga ini. Sebagian dari kami harus pindah ke luar kota Semarang, untuk menjalani kariernya yang terang benderang. Tetapi LeSPI tetaplah sebuah keluarga, yang anggota-anggotanya terus mendukung satu sama lain.

Membaca komentar-komentar yang dari para kolega untuk buku ini, saya juga turut merasakan bahwa sekalipun sebagai lembaga yang relatif kecil, telah cukup banyak aktivitas yang diperbuat, banyak kalangan yang dirangkul untuk diajak kerja sama. Tentu saja, masih banyak lagi mimpi-mimpi yang belum terwujud. Salah satu mimpi itu adalah mempunyai Sekolah Media. Di sana anak-anak muda bisa belajar jurnalistik, broadcast, produksi film, belajar menulis kreatif, dsb. Entah kapan mimpi ini bisa terwujud.

Akhir kata, kami menyampaikan terima kasih kepada pihak-pihak yang berjasa pada lembaga ini. Pertama kepada Bang Ashadi Siregar (Direktur LP3Y). Tanpanya dan tanpa ada kegiatan Crash Program Investigative Reporting yang diikuti mayoritas pendiri LeSPI, tentu lembaga ini tidak akan pernah ada. Bang Ashadi mengapresiasi prestasi teman-teman Semarang di program itu –yang kebetulan terbaik se Indonesia— dengan nasehat, ”Kalian jangan bubar lepas dari program ini. Bagi itu ilmu untuk wartawan-wartawan lain, untuk mahasiswa”. Bang Ashadi dan senior di LP3Y juga yang menjadi tempat bertanya untuk banyak hal di awal LeSPI berdiri.

Lalu kepada teman-teman dari ISAI, Andreas Harsono, Stanley, dan lainnya, yang memberi support banyak hal ke LeSPI. Lewat Andreas lah LeSPI masuk ke jaringan LSM media lainnya, yang sudah ada, dan mendapatkan dana untuk kegiatan-kegiatan awal lembaga ini.

Kami juga menghaturkan terima kasih kepada Prof Dr Arief Budiman, yang menjadi anggota Dewan Penasihat lembaga ini. Jika pulang ke Indonesia, Pak Arief tidak lupa menggelar diskusi di LeSPI, hingga ada joke di luaran, ”LeSPI kaya sekali, bisa mendatangkan narasumber dari Australia”.

Terima kasih juga untuk Mas Darmanto Jatman, yang mau menjadi senior yang mendampingi dan menjadi bagian lembaga ini sejak awal, baik sebagai Ketua Yayasan maupun (kemudian) sebagai anggota Dewan Penasihat. ”Mas Dar” –demikian panggilannya— memang sosok unik dari Undip, yang dekat dengan wartawan maupun aktivis.

Juga kepada Bapak I Made Sutama, Kepala Perwakilan Unicef Jateng, serta DY Suharya, Program Communication Specialist Unicef Jateng, terima kasih kami haturkan. Melalui Pak Made maupun DY, kami di LeSPI diajak untuk masuk lebih dalam untuk memahami persoalan-pesoalan yang dihadapi anak anak dunia, Indonesia, dan Jawa Tengah.

Tak lupa juga kami haturkan terima kasih untuk person-person yang terlibat di kegiatan LeSPI, baik konsultan tempat kami bertanya, maupun pendukung penting di balik layar: Herujati Purwoko, Hendrarti, Triyono Lukmantoro, Hedi Pudjo Santoso, Turnomo Raharjo, Prasojo, Agung Sedayu, Hudi Karno Sabowo, Kristian Tamtama, dan Joko Susilo..

Demikian pula kepada Yuliman Purwanto, Prof Eko Budihardjo, Prof Budi Widianarko, Prof Soetandyo, Beny Setianto, Dr Niko L Kana, Dr Pradjarto, Dr GJ Aditjondro, Drs Sutrisna, Soetjipto SH, Sasongko Tejo, Sriynto Saputra, Jayanto Arus Adi, Adi Ekoprijono, Budi Susanto, Jhony Simanjuntak, Heru Emka, Trisnadi Waskito, Ch Retnaningsih, Dewi K Sabowo, Ananto Pradono, Gunawan Permadi, Triyanto Triwikromo, Budi Maryono, Imung Yuniardi, Triyono WS, Bawor, Agus Santoso, Tunjung, dan Joko Teguh Irianto (Anteve). Matur nuwun untuk semua sumbangannya.

Terima kasih kami haturkan juga untuk lembaga-lembaga yang memberi dukungan untuk program-program LeSPI, baik sebagai penyandang dana maupun co-partner dalam kami menjalani aktivitas: USAID, ISAI Jakarta, LP3Y, OSF, Unicef Perwakilan Jawa Tengah, Harian Suara Merdeka, TV-KU, Harian Sore Wawasan, Kompas Jateng, Radar Semarang, LBH Semarang, K3JHAM, JPPA, KP2KKN, Yayasan Percik Salatiga, Kippas Medan, LPPS Surabaya, Elsim Makasar, Radio Mara Bandung, Yayasan SET Jakarta, Visi Anak Bangsa Jakarta, LSPP Jakarta, Dewan Pers, Depkominfo, BIKK Jateng (Biro Humas Setda Jateng), PWI Jateng, ISAI Semarang, KPID Jateng, Pertuni Jateng.

Tentu banyak lagi lembaga atau person yang berjasa, bersimpati dan terus mendukung LeSPI dengan cara masing-masing. Termasuk di antaranya keluarga-keluarga pengurus yang harus sering merelakan bagian dari keluarganya bekerja extra time untuk lembaga ini. Terima kasih yang paling lama kami haturkan.

Maksim D Prabowo

Direktur LeSPI, atas nama pendiri dan pengurus LeSPI.

LeSPI untuk Kebebasan Pers dan Informasi: LeSPI 10 Tahun...

LeSPI untuk Kebebasan Pers dan Informasi: LeSPI 10 Tahun...